Perlawanan Hasanudin di Sulawesi Selatan - Langsung saja kita bahas dengan uraian materi dibawah ini.
Latar Belakang Terjadinya Perlawanan Hasanudin
Perkembangan politik, ekonomi, dan sosial di Sulawesi Selatan pada abad-abad yang lalu sangat dipengaruhi oleh kerajaan-kerajaan itu yang besar pengaruhnya adalah kerajaan Gowa dan kerajaan Bone. Kerajaan Gowa kemudian bersatu dengan kerajaan Tallo, terkenal dengan nama kerajaan Gowa-Tallo. Kerajaan Gowa-Tallo ini bersikap anti Belanda oleh karena Belanda menjalankan politik monopoli perdagangan rempah-rempah, politik ekstirpasi dan mencampuri urusan penggantian tahta (politik devide et impera). Di samping itu, Belanda berusaha membatasi pelayaran perahu pinisi orang-orang Makasar di Maluku. Raja-raja Gowa-Tallo berpendapat, bahwa Tuhan Yang Maha Esa menciptakan laut, oleh karena itu siapa pun boleh melayarinya untuk mencari nafkah. Orang-orang suku Makasar dengan perahu pinisinya melayari laut-laut di kepulauan Maluku untuk berdagang rempah-rempah.
Jalannya Perlawanan Hasanudin
Sultan Hasanudin adalah Sultan Kerajaan Gowa - Tallo. Ia membela kepentingan kerajaannya, kepentingan rakyatnya dengan mati-matian melawan Belanda. Ia berusaha menegakkan kedaulatan kerajaannya dan memperluas wilayah kerajaannya. Maka ia berhadapan dengan Aru Palaka raja Bone yang dibantu oleh Belanda. Dengan tipu daya, akhirnya Hasanudin dapat dikalahkan dan harus menandatangani perjanjian Bongaya tanggal 18 November 1667. Dengan demikian perlawanan Kerajaan Gowa berakhir.
Pada tahun 1776 Kerajaan Gowa bangkit lagi melawan Belanda. Hal ini juga dilakukan oleh kerajaan Bone, Tanette, Wajo, dan Suppa. Perlawanan itu dapat ditekan dan hanya kerajaan Gowa yang mau mengakui kekuasaan Belanda. Pada tahun 1824, Belanda menyerang Tanette dan menguasainya, kemudian menyerang Suppa. Ternyata Belanda mendapat perlawanan keras dari rakyat Suppa sehingga menderita kekalahan. Belanda mengadakan serangan kedua yang dibantu oleh pasukan dari Gowa dan Sidenreng. Menghadapi kekuatan besar, Suppa menderita kekalahan dan Belanda berhasil menduduki beberapa bentengnya.
Pada bulan Oktober 1824 pasukan Bone dapat menghancurkan pos-pos Belanda di Pangkajene, Labakang, dan merebut kembali Tanette. Rajanya dinaikkan tahta kembali dan kemudian Tanette bergabung dengan Bone. Setelah itu, Bone dapat dihancurkan iring-iringan pasukan induk Belanda pemimpin Kapten le Cleng yang membawa 173 meriam. Kekuatan Bone semakin besar dan daerah kekuasaannya semakin luas. Bone merasa berkewajiban melindungi kerajaan-kerajaan lainnya.
Akhir Perlawanan Hasanudin
Kedudukan Belanda di Makasar semakin lemah. Oleh karena itu, Belanda minta bantuan ke Batavia. Pemerintah kolonial Belanda di Batavia mengirimkan pasukannya di bawah pimpinan Jenderal Mayor Van Geen. Pada tanggal 5 Februari 1825 Van Geen mengadakan serangan besar-besaran ke pusat-pusat pertahanan pasukan Bone, terutama Bulukamba, Suppa, Segeri, Labakang, dan Pangkajene. Pada saat yang bersamaan, raja Tanette (wanita) berbalik memihak Belanda. Hal ini jelas melemahkan Bone. Pertempuran terus berkobar dan pasukan Bone bertahan mati-matian. Namun, karena kalah dalam persenjataan, pasukan Bone semakin terdesak. Benteng Bone yang terkuat di Bulukamba dapat dikuasai oleh Belanda. Dengan jatuhnya Bone, perlawanan rakyat semakin melemah. Namun, pertempuran-pertempuran kecil masih terus berlangsung hingga awal abad ke-20.
Sekian mengenai Perlawanan Hasanudin di Sulawesi Selatan, semoga ini dapat bermanfaat.
0 komentar:
Post a Comment