Versi materi oleh Marwan S
Penelitian sejarah dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Heuristik
Heuristik merupakan kegiatan sejarawan untuk mengumpulkan sumber, jejakjejak sejarah yang diperlukan. Untuk memudahkan dalam suatu penelitian, sumber-sumber sejarah yang begitu kompleks dan banyak jenisnya, itu perlu diklasifikasi. Karena itu, di dalam pembahasan tentang sumber sejarah sudah dijelaskan berbagai jenis sumber sejarah. Sumber yang kita cari adalah sumber yang berkaitan dengan topik yang telah kita tetapkan. Banyak sekali tempat yang dapat kita jadikan sebagai tempat sumber sejarah, seperti perpustakaanperpustakaan, Kantor Arsip misalkan Arsip Nasional yang berada di Jakarta, Kantor-kantor pemerintah, dan tempat-tempat lainnya.
2. Verifikasi Atau Kritik
Verifikasi adalah kegiatan mempelajari data yang telah direduksi dan disajikan pada langkah-langkah sebelumnya, dan dengan pertimbangan terus menerus sesuai dengan perkembangan data dan fenomena yang ada di lapangan, pada akhirnya menghasilkan kesimpulan untuk mengambil sesuatu keputusan. Keputusan atau kesimpulan dalam penelitian ini adalah memberikan makna terhadap data yang telah terkumpul dalam bentuk pernyataan singkat dan mudah dipahami dengan berlandaskan pada permasalahan-permasalahan yang diteliti. Penarikan kesimpulan tersebut hendaknya dilakukan secara bertingkat dan bertahap-tahap.
Untuk memperoleh keputusan atau kesimpulan diperlukan kritik terhadap sumber. Kritik sumber merupakan kegiatan yang seorang peneliti untuk mencari kebenaran. Dalam penelitian sejarah, seorang peneliti berusaha menduga dan membuktikan kebenaran tentang apa yang terjadi pada masa lalu. Untuk membuktikan kebenaran tersebut, maka harus berdasar pada sumber sejarah. Akan tetapi sumber sejarah yang digunakan pun harus sumber yang memang benar-benar bukti yang sesuai dengan apa yang terjadi di masa lalu. Dengan demikian sumber sejarah pun harus memiliki kebenarannya. Untuk menguji kebenaran sumber sejarah tersebut maka dilakukanlah kritik sumber. Kritik sumber dapat dibagi dalam dua bagian yaitu kritik eksternal dan kritik internal.
Kritik eksternal adalah kritik yang ingin melihat keaslian atau orsinalitas dari sumber. Jadi, kritik ini lebih bersifat fisik, bukan isi dari sumber tersebut. Kalau kita menemukan sumber tertulis, kritik eksternal yang kita lakukan adalah melihat jenis kertasnya, jenis tulisannya, jenis hurufnya. Dalam kritik eksternal dibutuhkan pula pengetahuan-pengetahuan yang bersifat umum dalam konteks zaman. Setelah melakukan kritik eksternal, kemudian kita melihat secara kritis terhadap isi dari sumber tersebut, apakah isi sumber itu dapat dipercaya atau tidak. Langkah ini disebut dengan kritik internal. Jadi, kritik internal adalah kritik terhadap isi sumber atau kritik terhadap kredibilitas sumber.
3. Penafsiran
Penafsiran terhadap sumber-sumber yang telah ditemukan. Pada tahap Penafsiran ini, subjektivitas dapat terjadi. Kita sering melihat dengan data atau sumber yang sama akan melahirkan interpretasi yang berbeda, mengapa demikian. Hal ini disebabkan sejarawan atau penulis sejarah melihat sudut pandang yang berbeda terhadap penafsiran sumber yang ditemukannya. Perbedaan penafsiran dalam suatu peristiwa yang sama mungkin juga terjadi. Hal ini terjadi disebabkan ditemukannya sumber-sumber yang baru. Dalam melakukan penafsiran kita harus memiliki keterampilan dalam membaca sumber. Keterampilan yang dimaksud ini bisa berupa keterampilan dalam menfsirkan bahasa yang digunakan oleh sumber yang ditemukan, terutama untuk sumber-sumber tertulis.
Apalagi bahasa-bahasa yang lama, struktur kalimatnya akan berbeda dengan struktur kalimat bahasa yang sekarang. Interpretasi juga dapat dimaknai sebagai langkah yang kita lakukan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari topic yang kita teliti. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian, maka kita mencoba menguraikan data-data atau sumber-sumber yang sudah kita pilih atau seleksi. Dengan tema ini maka kita akan menguraikan berbagai sumber yang menunjukkan adanya perubahan sosial.
Sumber-sumber atau data-data yang diuraikan, misalnya adanya laporan tentang jumlah orang-orang yang sekolah, jenis-jenis sekolah yang dimasuki, jenis-jenis pekerjaan penduduk dan jumlah pendapatannya, jumlah luas tanah di desa, adanya catatan tentang transaksi pembelian hasil-hasil pertanian oleh petani dengan pedagang yang berasal dari kota, catatan rapat di desa dan kecamatan tentang penyuluhan pertanian yang akan dilakukan oleh petugas pertanian kepada petani di desa, dan laporan dari desa tentang program pengembangan pertanian.
4. Historiografi
Historiografi berasal dari gabungan dua kata yaitu history yang berarti sejarah dan grafi yang berarti deskripsi atau penulisan. Berdasarkan asal katanya historigrafi berarti penulisan sejarah. Secara lebih luas historiografi dapat diartikan sebagai sejarah penulisan sejarah. Menurut Ismaun, secara harafiah historiografi berarti pelukisan sejarah, gambaran sejarah tentang peristiwa yang terjadi pada waktu yang lalu yang disebut sejarah. Sejarah sebagai pengetahuan tentang masa lalu diperoleh melalui suatu penelitian mengenai kenyataan masa lalu dengan metode ilmiah yang khas.
Historiografi yaitu suatu klimaks dari kegiatan penelitian sejarah. Penulisan sejarah ini merupakan langkah terakhir dari penelitian sejarah. Penulisan sejarah merupakan langkah bagaimana seorang sejarawan mengkomunikasikan hasil penelitiannya untuk dibaca oleh umum. Dalam menulis sejarah berarti seorang sejarawan merokunstruksi terhadap sumber-sumber sejarah yang telah ditemukannya menjadi suatu cerita sejarah. Cerita sejarah ibarat suatu konstruksi bangunan yang dibangun oleh seorang sejarawan. Kalaulah kita perhatikan bahan-bahan bangunan yang masih terpisah-pisah tidak begitu menarik, seperti batu kali, batu bata, pasir, semen, kayu, kaca, genteng, dan bahan-bahan lainnya. Bahan-bahan tersebut kalau belum direkonstruksi menjadi suatu bangunan, seperti barang yang mati. Akan tetapi ketika menjadi suatu bangunan, apalagi kalau bangunan itu indah dan menarik, seperti sesuatu yang hidup.
Bentuk ini termasuk dalam historiografi tradisional. Kronik-kronik yang ditulis pada masa kerajaan-kerajaan kuno merupakan salah satu bentuk dari historiografi. Masyarakat Indonesia di masa lalu sudah memiliki kesadaran dalam menulis sejarahnya. Selain kronik, terdapat beberapa bentuk historiografi tradisional seperti babad, hikayat, silsilah, tambo (Minangkabau), tutui teteek (Roti), dan lain-lain. Contoh historigrafi tradisional Islami di Indonesia ialah naskah-naskah dari Jawa antara lain Babad Tanah Jawi, Babad Cirebon, Babad/ Sajarah Banten, Hikayat Hasanuddin, Carita Purwaka Caruban Nagari, dan lainnya.
Naskah-naskah dari daerah Nusa Tenggara Barat antara lain Syair Kerajaan Bima, Bo ‘Sangaji Kai Catatan Kerajaan Bima. Naskah-naskah dari Maluku antara lain Hikayat Hitu. Dari Sulawesi Selatan akan dipakai contoh naskahnaskah antara lain Hikayat Wajo, Hikayat Goa. Di antara naskah-naskah kuno dari Kalimantan yang dipakai sebagai rujukan ialah Hikayat Kutai, Hikayat Banjar dan Kotawaringin. Naskah-naskah kuno yang akan dipakai rujukan dari Sumatera antara lain, Hikayat Aceh, Bustanus Salatin, Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Melayu, Undang-undang Piagam Jambi, Tambo Minangkabau, dll. Historiografi di Indonesia mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Salah satu contoh hikayat adalah hikayat Puteri Balkis dari Minagkabau.
Hikayat Puteri Balkis merupakan kisah mengenai Puteri Balis yang telah disesuaikan dengan masyarakat Minangkabau. Sebagaimana sastra Melayu lama yang lain, Hikayat Puteri Balkis ditulis dengan tujuan dibacakan dengan kuat oleh seorang pembaca kepada para pendengar. Ayatnya berirama dan mempunyai ulangan untuk penekanan kesimbungan antara bab.
0 komentar:
Post a Comment