Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan Darmawan
Sesungguhnya Inggris dengan EIC-nya, telah menaruh
perhatian terhadap kekayaan alam Indonesia sejak abad ke-16. Ini terlihat dari
campur-tangannya terhadap konflik Banten dan VOC di Jayakarta (Batavia).
Persaingan antara East India Company (EIC)
dengan VOC pada Abad ke-18
Pada paruh kedua abad ke-18, pedagang Inggris mulai
melirik Semenanjung Malaka. Antara tahun 1750-1760 EIC (East India Company) menggunakan Kedah (di Malaysia) sebagai batu
loncatan ke Kanton di Cina untuk mendapatkan teh, sutra, dan porselin. Pada
Februari 1772, atas perintah dari London, Madras Select Committee (MSC) atau Panitia Terpilih Madras mengirim Charles Desvoeux, seorang pegawai EIC, ke Aceh guna menjajaki menjalin
hubungan agar lebih mudah dalam mendapatkan produk yang akan dibawa ke Cina.
Pada waktu yang sama, atas dorongan Francis Light, dikirim juga Edward Monckton, rekan dagang George
Smith ketika bertugas di Madras, India, ke Kedah untuk menjalin hubungan
politik agar kehadiran Belanda dan Denmark ke wilayah itu dapat dicegah.
Dalam suratnya (Januari 1772) kepada Warren Hastings, Gubernur Bengal di India, Light mengungkapkan
keuntungan yang dapat diraih Inggris bila tidak membiarkan Kedah jatuh ke VOC.
Komoditas yang ada di Kedah antara lain: beras, damar, rotan, lilin, kayu,
burung, emas, mutiara, sutra, gading, lada, rempah-rempah, timah, dan candu.
Berbagai usaha Inggris dilakukan dalam menguasai perdagangan
di Selat Malaka, didorong oleh maraknya perdagangan teh di Eropa yang
dimonopoli VOC. Pedagang Inggris yang mengimpor komoditas teh ini dipandang
sebagai penyelundup. Factor lainnya adalah semakin meningkatnya kedatangan
pedagang Cina (Sino) ke Malaka sebagai dampak dari pembantaian orang-orang Cina
oleh VOC di Batavia pada 1740.
Walaupun belum cukup berpengaruh, namun posisi
Inggris di Melayu lebih dominan dibandingkan Belanda, Portugis, Denmark atau
lainnya. Ini disebabkan oleh: pertama, teknik maritim, dan kartografi (ilmu
membuat peta) Inggris lebih maju (pada 1914 armada dagang Inggris adalah yang
terbesar dan terbaik di Eropa dan pada 1789-an Inggris memiliki kapal berukuran
600-800 ton).
Faktor kedua adalah Inggris menguasai wilayah produk
tekstil dan candu di India; ketiga, perdagang Inggris menjual senjata yang
disertai alih-pengetahuan mengenai pengolahan mesiu dan penggunaannya.
Pada tahun 1780 Inggris nenyatakan perang terhadap Belanda
untuk mencegah Belanda ikut dalam League of Armed Neutrality yang digalang Rusia. Pada perang ini Inggris berupaya juga
menguasai Kaap de Goede Hoop atau Cape of Good Hope (Tanjung Harapan) namun
berhasil dipertahankan VOC berkat bantuan Prancis. Tahun 1781, pesisir
Koromandel, Malabar, dan Bengali berhasil diduduki Inggris, disusul pesisir barat
Sumatera dan Seilon (Sri Lanka) tahun 1782.
Pada akhir 1784 VOC berhasil memaksa Sultan Mahmud dari
Riau-Johor untuk menandatangani perjanjian yang menyatakan bahwa wilayah Sultan
merupakan pinjaman-tindakan yang juga dilakukan terhadap Sultan Ibrahim dari
Selangor pada Juni 1785. Ini menunjukkan bahwa kekuatan VOC di Malaka telah pulih
lagi. Namun, usaha ini justru menyulitkan VOC yang harus berhadapan tidak hanya
dengan Inggris, melainkan pula dengan penguasa Melayu dan orang Bugis.
0 komentar:
Post a Comment