Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan Darmawan
Perkembangan Masyarakat Indonesia pada Masa
Thomas Stanford Raffles: Land Rente System (1811-1816)
Perluasan kekuasan Perancis pasca Revolusi Perancis
mendorong Inggris menduduki kembali koloni Belanda. Tanjung Harapan berhasil
diduduki Inggris pada 1806, disusul Maluku pada 1810. Di bawah pimpinan Lord Minto, armada Inggris menyerang Batavia sehingga Gubernur Jenderal
VOC, Jan Willem Janssens yang baru saja menggantikan Daendels tahun 1811,
terpaksa mengungsi ke Semarang. Janssens terpaksa menandatangani surat
perjanjian pada 18 September 1811.
Perjanjian atau kapitulasi tersebut berisi
penyerahan tanpa syarat semua koloni Belanda. Kerajaan Inggris lalu mengangkat Thomas Stanford Raffles sebagai letnan gubernur untuk wilayah koloni VOC. Ia
berkuasa dari tahun 1811 hingga 1816. Selanjutnya Raffles mengirim para pejabat
Inggris ke berbagai wlayah untuk mengambil alih pemerintahan.
Untuk Makassar dan Daerah Taklukannya dikirim Richard Phillips yang memerintah pada 1812-1814. Setelah itu residen
Makassar yang baru, Richard Phillpis, membuka Makassar untuk semua pedagang
dari kolonikoloni bangsa Eropa lainnya. Philips berusaha menyejahterakan rakyat
Makassar, misalnya dengan menghapus dan meringankan pajak gerobak angkutan dan
kuda beban serta mengurangi pajak candu menjadi lima persen dari nilai jual.
Memang, Raffles dalam masa pemerintahannya ingin
menerapkan pemerintahan yang bersifat liberal seperti yang dilakukan Inggris di
India yang berdasarkan pada sistem yang dikenal dengan istilah Land Rente System (Sistem Sewa Tanah). Dia menginginkan kebijakan yang
dilaksanakan tidak bersifat paksaan. Oleh karena itu Raffles menghapuskan
sistem kerja rodi, menghapuskan Pelayaran Hongi di Maluku, pengawasan tanah
langsung oleh pemerintah dan hasilnya langsung dipungut oleh pemerintah tanpa
melalui perantara bupati, dan penyewaan tanah dibeberapa daerah berdasarkan
kontrak dan terbatas waktunya.
Sistem sewa tanah ini tidak diberlakukan di Batavia
dan Priangan, karena di daerah-daerah sekitar Batavia umumnya adalah milik
swasta, sedangkan Priangan merupakan daerah wajib penanaman kopi yang memberi
keuntungan yang besar bagi pemerintah kolonial. Sistem sewa tanah ini tidak
berhasil dengan baik, karena perubahan sistem ini tidak dibarengi dengan
perubahan mental dan kultur dari unsur-unsur pemerintahan yang umumnya masih
hidup dalam alam tradisional dan feodalisme. Ditambah dengan tidak tersedianya
tenaga-tenaga yang terlatih dan berpengalaman.
Dengan politik sewa tanahnya yang diilhami dari
pengaruh paham liberal, rakyat Indonesia belum paham sepenuhya dengan system
ekonomi uang. Oleh karena itu, Sistem Sewa Tanah dianggap mengalami kegagalan,
karena rakyat masih terbiasa dengan system ekonomi tertutup, di mana pembayaran
pajak belum sepenuhnya
dengan uang tetapi in natura atau barter. Faktor
utama lainnya yang dianggap sebagai biang kegagalan liberalisasi ekonomi adalah
masih kuatnya praktik budaya feodalisme di Indonesia.
Pemerintahan Raffles di Indonesia hanya berlangsung
lima tahun. Perubahan politik di Eropa mengakhiri pemerintahannya. Pada 1814
Napoleon Bonaparte menyerah kepada Inggris dan sekutunya. Menurut Perjanjian
London, status Indonesia kemudian kembali pada masa sebelum perang, yaitu di
bawah kekuasaan Belanda.
Isi Perjanjian London tahun 1816
1. Pemerintah Inggris menyerahkan kembali tanah
jajahannya kepada Belanda sebagaimana yang disepakati dalam Kapitulasi Tuntang.
2. Inggris mendapat kan Sailan dan Tanjung Harapan
dari Belanda sebagai imbalan mempertahankan daerah itu dari serangan Prancis.
0 komentar:
Post a Comment