Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan Darmawan
Pan Islamisme merupakan penjelmaan modern dari
ajaran tradisional Islam mengenai persatuan antarumat Islam (al wahdah
al-Islamiyyah atau al-ittihad
al-Islamiyyah). Ajaran ini menyebutkan bahwa
kaum muslim termasuk ke dalam umat Islam universal, di mana pun mereka berada.
Persatuan pan- Islamisme mengatasi berbagai perbedaan bahasa, budaya, atau etnis
di kalangan muslim.
Penyeru awal gerakan pan-Islamisme adalah Sultan Abdul Hamid II yang menguasai Kesultanan Usmani pada 1876 hingga 1909.
Ia berusaha mempersatukan Islam di bawah panji Usmani, namun setelah Usmani
runtuh, pan-Islamisme pun redup. Pan Islamisme didengungkan kembali setelah
kaum muslim terpecah-belah pada akhir abad ke-19 dan ketika itu sebagian besar negeri
muslim berada dalam cengkeraman kolonialismeimperialisme.
Menurut salah seorang penganjurnya, Jamaluddin al-Afgani (1838-1897), keadaan kaum muslim yang tercerai-berai
itu merupakan salah satu kelemahan kaum muslim. Berkat peran Jamaluddin
al-Afgani dalam kehidupan politik dan keagamaan di banyak wilayah Islam (Turki,
Mesir, India, Iran, dan Asia Tengah), pan-Islamisme benar-benar menemukan personifikasi
(model atau perumpamaan) dan juru bicara yang kuat. Afgani menyadari bahwa umat
muslim secara keseluruhan tengah terancam oleh kolonialisme. Maka dari itu
persatuan yang kuat harus digalakkan di kalangan umat.
Gagasan pan-Islamisme juga muncul di Mesir melalui organisasi
Ikhwanul Muslimin yang dibentuk oleh Hasan al Banna (1906-1949). Gagasan ini lewat Ikhwanul Muslim meluas hingga ke
Suriah, Yordania, Palestina, dan negara-negara Timur- Tengah lainnya. Di Mesir
sendiri, gagasan ini ditentang keras ketika Presiden Gamal Abdel Nasser
mengembangkan pan- Arabisme dan kemudian sosialisme Arab.
0 komentar:
Post a Comment