Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan Darmawan
Keuntungan yang diperoleh bangsa Belanda dari hasil
mengeruk kekayaan alam bangsa Indonesia digunakan untuk membangun bangsa
Belanda hingga bisa mencapai kemakmuran dalam segala hal. Sebaliknya bangsa
Indonesia mengalami kesengsaraan, kemiskinan, dan kemelararatan yang amat
sangat. Bangsa Indonesia terjebak dalam lingkaran kebodohan, kemiskinan dan ketrebelakangan
karena tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Akibatnya hanya sedikit penduduk
Indonesia yang sadar akan peranannya sebagai sebuah bangsa tersendiri.
Kesengsaraan rakyat pribumi banyak diketahui oleh
orangorang Belanda yang moderat. Salah satu di antara tokoh moderat tersebut
adalah Baron Van Houvel yang bergerak dalam parlemen Belanda. Houvel
menyerukan kepada pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib kaum
pribumi. Selain itu, tokoh lain yang memperjuangkan kepentingan pribumi adalah Van Deventer, seorang Belanda yang mempunyai perhatian yang
besar terhadap negeri jajahan.
Dia menulis dalam sebuah majalah Belanda De Gids,
dengan judul “Een Ereschuld” (Utang Budi), yang di dalmnya mengkritik
pemerintah Belanda yang telah memperoleh berjuta-juta goulden dari keuntungan
yang dihasilkan dari menjajah Indonesia, sehingga ia menyerukan agar dilakukan
sedikit perhatian khusus guna memajukan negeri jajahan.
Ia lalu mengeluarkan gagasan tentang proses
memajukan negeri jajahan itu yang terdiri dari tiga poin utama yang sering disebut
Trias Politika Van Deventer, yaitu:
(a) irigasi,
yaitu melakukan perbaikan dan pengembangan dalam bidang pengairan;
(b) emigrasi,
yaitu proses perbaikan dalam hal kependudukan;
(c) edukasi,
yaitu perbaikan dan pengembangan dalam bidang pendidikan.
Faktor paling berpengaruh bagi perkembangan bangsa Indonesia
dari ketiga gagasan tersebut adalah dalam bidang pendidikan (edukasi). Melalui
pendidikan bangsa Indonesia mulai mengalami perkembangan pemikiran sebagai
pondasi bagi lahirnya ide tentang nasionalisme. Pemikiran tentang nasionalisme
nantinya merupakan landasan untuk mengantarkan Bangsa Indonesia mencapai
kemerdekaan.
Sebelum abad ke-20, masalah pendidikan sudah mulai dikembangkan
seperti yang dilakukan oleh Menteri Tanah Jajahan Belanda, Frans Van de Putte yang memperkenalkan system pendidikan Barat sekitar
tahun 1884. Tujuan pengembangan ini adalah untuk menghasilkan tenaga
administrasi Belanda yang terampil, terdidik, dan murah.
Namun semenjak diberlakukannya Politik Etis yang
digagas oleh Van Deventer pemerintah Belanda lebih terdorong untuk mendirikan
sekolah-sekolah secara berjenjang. Selain karena tuntutan Van Deventer, hal ini
juga bertujuan untuk mengarahkan pendidikan bagi masyarakat Indonesia agar
terbebas dari kebodohan sehingga mampu menyediakan tenaga ahli dan terdidik dalam
segala bidang. Perkembangan sekolah yang ada di Indonesia pada awalnya tentu
tidak sebaik dan sebebas seperti sekarang. Banyak perbedaan yang sangat
mendasar antara sekolah jaman Belanda dengan sekolah jaman sekarang.
Walaupun demikian, sekolah yang pertama kali
didirikan di Indonesia, jenjangnya hampir sama dengan sekolah yang ada pada
saat ini, di antaranya adalah:
(a) ELS (Europese Lagere School)
khusus untuk anak-anak Eropa dan HIS (Holands Inlandse
School) untuk anak-anak pribumi
priyayi. Adapula sekolah dasar bagi pribumi yang dibedakan antara sekolah kelas
satu untuk golongan bangsawan dan kelas dua untuk golongan rakyat biasa.
(b) MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijk)
yang dilanjutkan ke AMS (Algemeene Middelbare
School), yang lainnya ada HBS (Hogere Burger School) dan KS (Kweek School)
atau sekolah keguruan, merupakan sekolah setingkat SMP dan SMA.
(c) OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren),
merupakan sekolah bagi para calon pegawai negeri,
STOVIA (School Toot Opleiding
van Indische Artsen) untuk sekolah kedokteran, THS
(Technische Hogere
School) sebagai sekolah tinggi tehnik
yang sekarang bernama ITB (Institut Teknologi Bandung); merupakan sekolah
setingkat perguruan tinggi.
Dalam perkembangan selanjutnya, sekolah-sekolah ini
telah memunculkan sekelompok intelektual muda berbakat yang sangat berpengaruh.
Dalam sejarah Indonesia selanjutnya mereka adalah orang-orang yang menjadi
pelopor pencerahan bagi seluruh rakyat Indonesia supaya timbulnya perasaan
persatuan dan nasionalisme (kebangsaan) sehingga mengantarkan Indonesia ke
depan pintu gerbang kemerdekaan walaupun dari sana masih perlu menempuh waktu
yang relatif panjang.
0 komentar:
Post a Comment