Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan Darmawan
Siak Sri Indrapura
Kerajaan Siak Sri Indrapura didirikan pada tahun
1723 oleh Sultan Abdul Jalil
Rahmat Syah. Sebelum menjadi sultan, ia
bernama Raja Kecil. Ayahnya adalah Sultan Mahmud II, penguasa Kerajaan Johor, Malaysia. Kerajaan Siak Sri Indrapura
ini berada di Negeri Buantan, sekitar 10 km di hilir Kota Siak Sri Indrapura,
sebelah timur laut Pekanbaru, sekarang termasuk Provinsi Riau.
Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah mangkat pada tahun
1746. Ia digantikan oleh Abdul Jalil Muzhaffar Syah, puteranya. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Siak berhadapan
memerangi Belanda pada tahun 1752. Pihak Kerajaan berhasil memukul pasukan
Belanda.
Ketika masa pemerintahan Muzhaffar Syah, di Siak
muncul seorang ulama dari Jazirah Arab bernama Sayid Usman. Ia menikahi puteri Sultan Aminuddin yang masih kerabat istana Siak. Dan ketika Abdul
Jalil Muzhaffar Syah pada tahun 1760 turun tahta, tampuk Kerajaan diteruskan
oleh Sayid Usman. Sejak itulah, yang memegang pemerintahan di Siak adalah
Dinasti Usman.
Pada masa Dinasti Sayid inilah Belanda menyerang
Siak untuk kedua kalinya, tahun 1751. Pada tahun 1784, yang memegang kekuasaan
adalah Sultan Sayid Ali Abdul
Jalil Saefuddin. Pada masa inilah, Siak
mencapai kejayaannya. Hampir semua daerah Sumatera bagian timur dapat dikuasai.
Sayid Ali Abdul Jalil Saefuddin memerintah hingga tahun 1811.
Sepeninggalnya Jalil Saefuddin, Siak mengalami kemunduran
karena para penerusnya dalam menghadapi Belanda. Pada tahun 1858, akhirnya
terjadi kesepakatan antara Siak dan Belanda. Kedua pihak menandatangani Traktat
Siak. Isi dari traktat ini adalah: otonomi Kerajaan Siak tetap diakui Belanda namun
beberapa daerah milik Siak harus diserahkan kepada Belanda. Keduabelas
kekuasaan Siak itu antara lain: Kota Pinang, Pagarawan, Batu Bara, Badagai,
Kualiluh, Panai, Bilah, Asahan, Serdang, Langkat, Temiang, serta Deli. Akibat
dari Traktat Siak inilah Siak mengalami kemunduran yang drastis.
0 komentar:
Post a Comment