Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan Darmawan
Demak
Kerajaan Demak didirikan oleh persekutuan pedagang
Islam di pantai utara Jawa yang dipimpin oleh Raden Patah (Fatah), seorang keturunan Raja Brawijaya V yang menikah dengan putrid Campa, Vietnam. Ketika Majapahit
masih berkuasa walaupun dalam keadaan lemah, Raden Patah diangkat menjadi
bupati di Bintoro (Demak). Tahun 1500 Demak menyerang Majapahit dan memindahkan
pusat pemerintahan ke Demak. Dengan demikian, Demak merupakan kerajaan Islam
pertama di Jawa.
Raden Patah lahir di Palembang pada 1455 M. Nama
kecilnya Pangeran Jimbun. Selama 20 tahun, ia hidup di istana adipati Majapahit
yang berkuasa di Palembang, yakni Arya Damar. Setelah
beranjak dewasa, ia kembali ke Majapahit. Oleh orang tuanya Patah dikirim
kepada Raden Rahmat atau Sunan Ampel (Ngampel) Denta untuk belajar Islam. Ia
mempelajari pendidikan Islam bersama murid murid Sunan Ampel yang lainnya,
seperti Raden Paku (Sunan Giri), Maulana Ibrahim (Sunan Bonang), dan Raden
Qasim (Sunan Derajat).
Raden Patah dinikahkan dengan cucu Raden Rahmat, Nyi Ageng Maloka. Selanjutnya ia dipercaya untuk menyebarkan Islam
di Desa Bintoro dengan diiringi oleh Sultan Palembang, Aryadila, beserta 200 pasukannya. Oleh para Wali, daerah ini telah direncanakan
sebagai pusat dakwah Islam di Jawa. Lambat laun, Bintaro semakin ramai oleh
para pendatang, baik yang ingin belajar Islam maupun yang berdagang.
Oleh para Wali, Patah diangkat menjadi sultan di
Bintoro dengan gelar Sultan Alam Akbar
al-Fatah, sebagai bawahan Majapahit.
Bintoro pun berganti nama menjadi Demak. Para Wali sepakat bahwa sudah saatnya
Demak melepaskan diri dari Majapahit dan mengangkat Raden Patah menjadi raja
Demak pertama. Oleh Tome Pires, ia ditulis sebagai Pate Rodin Sr.
Pelepasan kekuasan ini ditandai dengan pemindahan
pusaka Majapahit ke Bintoro. Hal ini menegaskan bahwa Demak merupakan ahli
waris Majapahit dan karenanya seluruh wilayah Majapahit menjadi hak milik
Demak. Dalam menjalani roda pemerintahan, Raden Patah banyak dibantu oleh Wali
Sanga yang berperan sebagai penasihat. Ia juga yang membangun Masjid Agung
Demak pada tahun 1489, dibantu sepenuhnya oleh para Wali.
Keberhasilan Raden Patah dalam memperluas wilayahnya
dapat dilihat ketika Demak berhasil menaklukkan Girindrawardhana yang pada tahun 1478 berhasil merebut pusat Majapahit
di Dayo (menurut Tome Pires). Ia pun mampu menyerang benteng
Portugis di Malaka. Ia mengutus anaknya yang bernama Muhammad Yunus (Dipati Unus)
tahun 1512 guna menghantam benteng Portugis, namun gagal. Walaupun gagal, namun
keberanian Dipati Unus menyerang Portugis menyebabkan ia dijuluki Pangeran Sabrang Lor yang berarti “pangeran yang pernah menyeberang ke
utara”.
Dipati Unus naik tahta menggantikan Raden Patah pada
tahun 1518. Pada masa pemerintahannya, sekali lagi Demak menyerang Portugis di
Malaka. Kali ini ia didukung oleh raja Malaka, yaitu Sultan Mahmud Syah, yang
melarikan diri dari kejaran pasukan Portugis. Namun, lagi-lagi Unus mengalami kegagalan.
Pasukan gabungan Demak-Jepara-Palembang tak mampu menghalau Portugis. Ketika
sampai di Jepara, hanya 10 kapal perang (jung) dan 10 kapal barang yang
tersisa. Sebagai kenang-kenangan, ia membiarkan sebuah kapal jungnya disimpan di
pantai Jepara, sebagai bukti bahwa ia pernah melawan “bangsa yang paling gagah
berani di dunia”, yaitu Portugis di Malaka, meskipun kalah.
Setelah Dipati Unus wafat tahun 1521, terjadi
kemelut di Demak yang disebabkan persaingan antara Pangeran Sekar Seda Lepen dengan Pangeran Trenggana (Trenggono). Akhirnya, yang tampil menjadi pemimpin Demak
adalah Sultan Trenggana. Demak mencapai puncak kejayaannya di bawah Sultan
Trenggana. Sebagai kerajaan maritim, Demak menjadi bandar transit antardaerah penghasil
rempah-rempah di Indonesia Timur (Maluku) dan Malaka di barat. Ia pun
menjadikan Demak sebagai pusat kekuasaan sekaligus pusat penyebaran Islam di
Jawa.
Untuk itu Sultan Trenggana menguasai
kerajan-kerajaan di pantai utara Jawa. Menurut Tome Pires, Sultan Trenggana
merupakan raja yang selalu menghabiskan waktu bersenang-senang. Ia tak terlalu memperhatikan
ancaman Portugis di Malaka terhadap kedaulatan Demak.
Kekuasaan Demak kala itu meliputi sebagian Jawa
Barat, Jayakarta, Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur. Tokoh Demak yang
terkenal adalah Fatahillah (Faletehan menurut
lidah orang Portugis), berjasa menguasai pelabuhan Sunda Kelapa, Jawa Barat. Dalam
usaha meluaskan kekuasaannya ke Jawa Timur, Trenggana meninggal dunia di
perjalanan ketika akan menyerang Pasuruan (Blambangan, Jawa Timur) pada tahun
1546.
Setelah Sultan Trenggana tiada, kembali terjadi
kemelut politik antara keluarga Pangeran Sekar Seda Lepen dengan keluarga
Sultan Trenggana. Di tengah kemelut tersebut, tampil Joko Tingkir, adipati Pajang bawahan Demak. Ia meredam
pemberontakan Arya (Ario) Penangsang, putera Pangeran Sekar Seda Lepen, yang berkuasa di Jipang
(Bojonegoro).
Sebelumnya, Penangsang berhasil membunuh Susuhunan Prawoto, ahli waris tahta sepeninggal Trenggana. Ario
Penangsang sendiri tewas terbunuh Sutawijaya,
putera Ki Ageng Pemanahan. Setelah kemelut berakhir, Joko Tingkir memindahkan
pusaka kerajaan dari Bintoro Demak ke Pajang yang menandai berakhirnya Demak
sekaligus awal dari Kerajaan Pajang.
Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Demak
a. Kehidupan
Ekonomi
Posisi kerajaan Demak sangat strategis dalam
perdagangan laut, pelabuhannya sering dipakai transit kapal-kapal dagang dari wilayah
Barat yang hendak ke Selat Malaka, begitu pun sebaliknya. Keinginan untuk
menjadi kerajaan maritime dilakukan dengan usaha menaklukan Malaka dari
Portugis.
Usaha ini gagal, walau demikian tidak meruntuhkan perekonomian
Demak karena didukung oleh hasil pertanian dan memperoleh keuntungan ekonomi
yang besar. Kesadaran pentingnya memanfaatkan ekonomi pertanian, Demak melakukan
perluasan wilayah ke daerah-daerah di sekitarnya termasuk ke Jawa Barat.
b. Kehidupan
Sosial
Keadaan sosial di Demak tidak jauh berbeda dengan
masa berkuasanya Majapahit. Perbedaan yang mencolok terdapat pada penggunaan
aturan-aturan dan hukum yang sesuai dengan ajaran Islam, sehingga terasa lebih
tertib dan teratur. Demak merupakan pusat penyebaran agama Islam di Nusantara.
Lahirnya wali-wali di Demak mempercepat proses penyebaran agama Islam bahkan
sampai ke pelosok.
Mendirikan pesantren adalah cara penyebaran agama
Islam yang efektif. Hitu yang berasal dari Ternate, pernah belajar di pesantren
yang didirikan oleh Sunan Giri. Setelah selesai belajar, ia menyebarkan agama
Islam di Ternate.
0 komentar:
Post a Comment