Versi materi oleh Triyono Suwito danWawan Darmawan
Banten
Berdirinya kerajaan ini atas inisiatif Sunan Gunung
Jati pada 1524, setelah sebelumnya mengislamkan Cirebon. Awalnya, Banten merupakan
bagian dari wilayah Pajajaran yang Hindu, namun setelah Demak berhasil
menghalau pasukan Portugis di Batavia, Banten pun secara tak langsung berada di
bawah kekuasaan Demak. Semasa Sunan Gunung Jati, Banten masih termasuk
kekuasaan Demak. Pada tahun 1552, ia pulang ke Cirebon dan Banten diserahkan
kepada anaknya, Maulana Hasanuddin.
Sumber lain mengatakan bahwa pendiri Banten adalah Fatahillah
(Faletehan menurut catatan Tome Pires) atau Fadhilah Khan atau Nurullah yang
berasal dari Pasai. Ia merupakan panglima perang Demak dan juga menantu Sunan
Gunung Jati. Keadaan Demak yang goncang karena adanya perebutan kekuasaan,
mendorong Banten pada 1522 memutuskan untuk melepaskan diri. Dengan demikian,
Hasanuddin adalah pendiri dan peletak cikal-bakal kerajaan Banten. Hasanuddin
dinikahkan dengan putri Sultan Trenggana.
Hasanuddin memerintah selama 18 tahun, yaitu hingga tahun
1570. Ia digantikan Sultan Panembahan
Maulana Yusuf. Ia sangat memperhatikan
perkembangan perdagangan dan pertanian. Ia juga giat menyebarkan ajaran Islam.
Pada masa pemerintahannya, tahun 1579 Banten berhasil menaklukkan Pakuan
Pajajaran dan menyebarkan Islam lebih luas lagi di Jawa Barat. Panembahan Yusuf
wafat karena sakit pada tahun 1580 setelah memerintah selama 10 tahun.
Hasanuddin memiliki satu putera lagi, yaitu Pangeran Jepara. Pangeran Jepara menikah dengan putri penguasa
Jepara, Ratu Kali Nyamat dan menjadi pengganti penguasa Jepara. Setelah
Maulana Yusuf wafat tahun 1580, kekuasaan diberikan kepada Maulana Muhammad. Karena masih berumur sembilan tahun, maka yang
menjalankan roda pemerintahan untuk sementara adalah Pangeran Arya Jepara, paman Maulana Muhammad. Setelah dewasa Maulana
Muhammad resmi memerintah Banten dengan gelar Kanjeng Ratu Banten.
Semasa pemerintahannya, Banten menyerang Palembang yang
akan dijadikannya batu loncatan untuk menguasai Selat Malaka. Serangan itu
gagal dan Maulana Muhammad tewas dalam pertempuran pada tahun 1596. Kemudian,
yang menjadi sultan Banten berturut-turut adalah Abu Ma’ali dan Abdul Qadir.
Pada tahun 1638, Raja Abdul Qadir mendapatkan gelar “sultan”
dari Syarif Mekah. Gelar lengkapnya adalah Sultan Abu al-Mafakhir Abdul Qadir. Gelar ini diperoleh setelah Abdul Qadir mengirim
utusan ke Mekah. Sebagai tanda gelar tersebut telah diterima olehnya, Sultan
Abdul Qadir mendapatkan “bendera dan pakaian suci”. Pada setiap hari raya
Maulid Nabi, pemberian dari Syarif Mekah ini selalu diarak berkeliling Banten.
Pada tahun 1651 Abdul Qadir mangkat dan tahta Banten
diduduki oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Tirtayasa dan ayahnya begitu menyenangi ilmu
pengetahuan. Keduanya sering mengirimkan pertanyaan kepada ulama terkemuka saat
itu, di antaranya Nuruddin ar-Raniri di Aceh dan Syekh Yusuf dari
Makassar. Para ulama ini biasanya kemudian menulis kitab-kitab khusus sebagai
jawaban pertanyaan para sultan itu.
Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Banten
a. Kehidupan Sosial
Pemerintahan Banten di Jawa Barat menggunakan aturan
dan hukum Islam, sehingga kehidupan masyarakatnya hidup secara teratur. Banyak
orang India, Arab, Cina, Melayu dan Jawa yang menetap di Banten. Mereka
berkumpul dan membuat perkampungan sesuai dengan nama asalnya, misalnya Pekojan
(perkampungan orang Arab), Pecinan (perkampungan orang Cina), Kampung Melayu,
Kampung Jawa dan sebagainya. Di Banten terdapat orang keturunan Madura. Mereka
adalah pelarian dari Madura yang meminta perlindungan ke Banten karena tidak mau
tunduk kepada Mataram.
Selama Hasanuddin berkuasa, Banten mengalami perkembangan
yang pesat. Banten menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di Jawa. Pada masa
inilah Banten melepaskan diri dari Demak, menjadi kerajaan merdeka. Maka dari
tu, Hasanuddin lalu dianggap sebagai pendiri dan raja pertama Banten.
Kekuasannya meliputi daerah Priangan (Jawa bagian barat), Lampung, hingga
Sumatera Selatan. Di bawah pemerintahannya Banten berkembang pesat dan banyak dikunjungi
pedagang-pedagang asing dari Gujarat, Persia, Cina, Usmani, Pegu (Myanmar), dan
Keling.
Hasanuddin mempelopori pembangunan Istana Surosowan.
Yang masih tersisa sekarang hanyalah benteng yang mengelilingi wilayah seluas 4
ha dan berbentuk presegi panjang. Ketinggian tembok benteng ini berkisah antara
0,5 hingga 2 meter dengan lebar sekitar 5 meter. Dahulu benteng ini dikelilingi
parit pertahanan. Tembok benteng dan gerbangnya ini dibangun pada masa Maulana
Yusuf. Bagian yang tersisa dari istana ini selain benteng, adalah tempat
pemandian, kolam, dan taman.
Sementara itu, para sultan Banten bertempat tinggal
di Keraton Kaibon yang terletak di Kampung Kroya. Kaibon ini berlokasi tak jauh
dari Surosowan. Sayang, pada tahun 1832 keraton ini dibongkar oleh Belanda.
Selain keraton, di Banten pun terdapat Benteng Speelwijk yang direbut dari VOC
oleh pasukan Banten ketika terjadi peperangan antarkedua pihak tersebut.
Istana atau keraton Surosowan ini berdekatan dengan
Masjid Agung Banten. Di serambi kiri masjid ini terdapat makam sejumlah raja
Banten beserta keluaraganya, di antaranya Hasanuddin dan istrinya, Sultan Ageng
Tirtayasa, dan Sultan Haji. Sedangkan di serambi sebelah kanan terdapat makam Maulana
Muhammad. Di halaman masjid ini terletak gedung Tiamah. Tiamah ini dibangun oleh
seorang arsitek Belanda yang menjadi muslim, Hendrik Lucasz Cardeel, yang diberi gelar Pangeran Wiraguna. Tempat ini digunakan oeh para ulama untuk tempat diskusi
keagamaan.
Tak jauh dari Keraton Surosowan ini terdapat
kelenteng Cina kuno. Kelenteng ini dibangun ketika pemerintahan awal Sultan Banten.
Ini merupakan bukti bahwa ketika itu telah terjalin toleransi antara orang
Banten dengan etnis Cina. Selain Masjid Agung, di Banten pun terdapat satu
masjid lagi yang tak kalah bersejarahnya. Masjid Kasunyatan namanya. Usianya
bahkan lebih tua dari Masjid Agung. Salah satu pemimpin Masjid Kasunyatan ini
adalah Kyai Dukuh, guru Maulana Yusuf, raja Banten kedua.
b. Kehidupan
Ekonomi
Kerajaan Banten berada pada posisi yang strategis
dalam perdagangan internasional. Berkuasanya Portugis di Malaka mendorong
Banten untuk membuat pelabuhan di tepi Selat Sunda dan Teluk Banten, pelabuhan
ini dipakai untuk ekspor lada yang akan dikirim ke luar negeri. Untuk menambah
ekspor lada, Maulana Yusuf melakukan penaklukan ke Lampung. Dengan ditaklukkannya
Lampung sebagai penghasil lada terbesar mampu meningkatkan ekspor ke luar
negeri dan meningkatkan perekonomian.
0 komentar:
Post a Comment