Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan Darmawan
Kebangkitan nasionalisme yang muncul di benua Asia
dan Afrika secara tak langsung berkaitan erat dengan kebangkitan nasional di
Indonesia. Atas dasar kesamaan nasib, sama-sama dijajah bangsa Barat, bangsa
Jepang, Cina, Mesir, India-Pakistan, Turki melalui perjuangan masing-masing
mampu memerdekakan diri dari belenggu penjajahan. Melihat kenyataan tersebut,
timbullah kesadaran dan rasa percaya diri untuk bangkit melawan penjajahan
melalui organisasi sosial-politik.
Kebangkitan Bangsa Filipina
Salah satu isi dari Perjanjian Tordesilas telah mendorong bangsa Spanyol dapat menemukan
daratan Filipina yang pada saat itu dijadikan bahan rebutan dengan Portugis.
Setelah melewati beberapa pertempuran dengan Portugis, pasukan Spanyol di bawah
komando Lopez De Legaspi dapat memukul mundur pasukan Portugis. Dengan
kemenangan tersebut, maka Spanyol mengklaim kawasan Filipina dijadikan daerah
jajahannya.
Secara perlahan, Spanyol pun mulai membangun
pusat-pusat perdagangan di Filipina yang salah satunya adalah kota Manila guna
mengumpulkan hasil jarahan di negeri tersebut. Peraturanperaturan tersebut
mereka tetapkan dengan maksud agar kekuasaannya di Filipina semakin kokoh.
Pendudukan Spanyol atas Filipina ini banyak menimbulkan kerugian dan
kesengsaraan bagi rakyat.
Selain mengumpulkan hasil jarahannya, bangsa di
Filipina pun giat menyebarkan agama yang mereka bawa dari Eropa mulai dari
utara sampai ke selatan. Dalam proses penyebarannya banyak sekali hambatan dan
halangan yang muncul dan dialami oleh para pemuka agama tersebut, khususnya di
wilayah selatan yakni perlawanan dari suku Moro yang telah lama memeluk Islam.
Kesengsaraan yang dialami oleh rakyat Filipina menimbulkan
semangat nasionalisme di hadapan rakyat, di mana pada saat itu muncullah
kesadaran untuk bersatu melawan Spanyol. Selain itu, ketetapan yang dibuat oleh
agamawan yang berpusat sangat mengekang bangsa Filipina. Mereka menguasai sebagian
besar tanah, sedangkan para petani pribumi diposisikan sebagai penyewa tanah.
Hal tersebut membuat para petani marah kemudian terdorong untuk bangkit melawan
kebijakan-kebijakan yang sangat tidak masuk akal itu.
Semangat nasionalisme pun muncul dalam jiwa kaum terpelajar
yang menginginkan dibentuk dan dijalankannya pendidikan yang bersifat
patriotik. Di antara tokoh yang muncul dan kompeten dalam komunitas kaum
terpelajar ini adalah Jose Rizal. Dengan membentuk Liga Filipina atau gerakan bawah
tanah, Jose Rizal menyerukan agar seluruh rakyat Filipina menentang penjajah
Spanyol.
Dalam pergerakannya, berbagai cara dijalaninya
bahkan sampai menulis buku yang berjudul Noly Ne Tangere yang berisi kritikan keras terhadap bangsa Spanyol. Buku
tersebut dianggap telah menyalahi aturan yang telah ditetapkan dan membuat rakyat
Filipina terbakar emosinya untuk memberontak, maka buku tersebut dicabut dari
peredaran dan membuat Jose Rizal ditangkap dan diasingkan.
Pada saat yang bersamaan, dengan ditangkapnya Jose
Rizal, Andreas Bonifacio dengan organisasinya yang bernama Katipunan melakukan gerakan bersenjata untuk melawan Spanyol. Namun usaha
Bonifacio tersebut gagal. Katipunan membuat bangsa Spanyol kocar-kacir dan
terdesak. Karena posisinya sedang terancam, Spanyol pun segera membuat
perjanjian dengan Aquinaldo pada tahun 1847 dengan nama Perjanjian Biacnabato
yang berisi:
(a) Spanyol akan melakukan perbaikan struktur
pemerintahan untuk menuju ke arah yang lebih baik dalam tempo tiga tahun.
(b) Katipunan dibubarkan dan Aquinaldo beserta
pengikutnya harus meninggalkan Filipina.
Namun belum genap tiga tahun, meletuslah perang
antara Spanyol dengan Amerika Serikat sehingga mengakibatkan Spanyol mengalami
kekalahan. Berdasarkan atas perjanjian damai di Paris 1898, Filipina jadi milik
AS. Namun demikian, hal tersebut tidak melunturkan semangat Aquinaldo untuk
kembali memperjuangkan kemerdekaan Filipina dari tangan Amerika, tetapi
tuntutan tersebut ditolak.
Berbagai macam upaya dijalankan Aquinaldo dalam
memperjuangkan cita-citanya, tetapi usahanya sia-sia dan Aquinaldo ditangkap.
Walaupun demikian, hal tersebut tidak membuat rakyat Filipina gentar dan
sebagai puncaknya pada tahun 1934 Amerika Serikat mengeluarkan The Tyding Mc Duffie Act
yang berisi tentang:
(a) Bentuk pemerintah Filipina nantinya akan
berbentuk republik.
(b) Konstitusi negara disusun dengan presiden
sebagai kepala negara.
(c) Masa peralihan berlangsung selama 12 tahun
(d) Wakil AS di Filipina berpangkat komisaris
tinggi.
(e) Pangkalan militer tetap dikuasai Amerika
Serikat.
(f) Secara bertahap Filipina keluar dari aturan bea
Amerika Serikat.
Ketetapan tersebut membuat Filipina diambang kemerdekaan
yang kemudian pada tanggal 4 Juli 1946, Amerika memberi kemerdekaan penuh
terhadap Filipina dengan Manuel Roxas sebagai presiden pertamanya.
0 komentar:
Post a Comment