Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan Darmawan
Kebangkitan nasionalisme yang muncul di benua Asia
dan Afrika secara tak langsung berkaitan erat dengan kebangkitan nasional di
Indonesia. Atas dasar kesamaan nasib, sama-sama dijajah bangsa Barat, bangsa
Jepang, Cina, Mesir, India-Pakistan, Turki melalui perjuangan masing-masing
mampu memerdekakan diri dari belenggu penjajahan. Melihat kenyataan tersebut,
timbullah kesadaran dan rasa percaya diri untuk bangkit melawan penjajahan
melalui organisasi sosial-politik.
Kebangkitan Bangsa Cina
Kebangkitan nasionalisme Cina dilatarbelakangi oleh
dua hal, yaitu penguasa Manchu yang dianggap sebagai dinasti asing karena bukan
keturunan bangsa Cina dan ekspansi bangsa-bangsa barat ke Cina. Pada awalnya
Cina merupakan pemerintahan yang menerapkan politik isolasi. Cina memandang
dirinya sebagai negara yang lebih maju dan memandang bangsa lain belum beradab.
Inggrislah yang pertama membuka Cina bagi orang asing.
Sejak tahun 1800 Inggris menyelundupkan candu ke Cina, yang menjadikan rakyat
Cina terutama pemudanya menjadi korban ketagihan candu; dari sini Inggris
mendapat keuntungan yang besar. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka
Kaisar Tao Kuang (1820-1850) mengangkat seorang komisaris tinggi yaitu Lin Tse
Hsu pada tahun 1839 untuk memberantas dan menentang perdagangan candu yang
sangat meresahkan.
Setelah pengangkatan tersebut, dengan cepat dia
segera mengeluarkan keputusan dan memerintahkan agar candu diberantas. Hal ini ternyata
menimbulkan kemarahan bagi Inggris yang merasa dirugikan dengan pembakaran
candu oleh Kaisar Cina. Sejak tahun 1839–1842 terjadilah Perang Candu. Dalam perang ini Cina menderita kekalahan.
Akibatnya Cina harus menandatangani Perjanjian Nanking (1842) yang isinya, lima pelabuhan Cina dibuka untuk bangsa
asing, Inggris mendapat Hongkong, dan mendapatkan hak ekstrateritorial.
Setelah Perang Candu, muncullah pemberontakan yang dilakukan
oleh kaum Tani yang dikenal dengan pemberontakan Tai Ping Tai Ping Rebellion)(1850–1864). Pemimpin Gerakan Tai Ping ialah Hung
Siu Cwan yang mengangkat dirinya sebagai Tai Ping Tin Kuo yang berarti kerajaan
surga dan damai abadi.
Pemberontakan ini muncul disebabkan oleh pemerintah
Dinasti Manchu dianggap lemah terhadap bangsa asing, kemiskinan yang diderita
rakyat semakin parah, keinginan rakyat untuk membangun masyarakat baru yang
bahagia. Pemberontakan ini merupakan pemberontakan sosial yang asli dari bangsa
Cina tanpa mendapat pengaruh Barat. Pemberontakan ini dapat dipadamkan. Pada
tahun 1894–1895 Cina terlibat perang dengan Jepang, yang berakhir dengan
kekalahan Cina dan harus menyerahkan Pulau Formosa (Taiwan) kepada Jepang.
Pemberontakan Tai Ping memiliki 3 arti yaitu:
1. Tai Ping merupakan pemberontakan sosial yang menginginkan
pemerintahan yang dapat memperhatikan kepentingan rakyat.
2. Tai Ping merupakan pemberontakan nasional yang menghendaki
pemerintahan yang dipimpin nasional yang menghendaki pemerintahan yang dipimpin
oleh bangsa Cina sendiri.
3. Tai Ping merupakan gerakan sosialis komunis yang
kemudian menjadi contoh bagi gerakan Kung Chang Tang (Partai Komunis Cina)
dipimpin Mao Tse Tung.
Akibat kekalahan itu, kekuasaan bangsa asing semakin
besar sehingga menimbulkan sikap benci terhadap bangsa asing. Di Cina Utara
muncul gerakan Tinju Keadilan. Bangsa Barat menyebutnya kelompok Boxer, karena para anggota merupakan ahli beladiri.
Pemberontakan Boxer meletus tahun 1900-1901.
Dalam pemberontakan ini Ratu Tse Sji (Kaisar resmi Cina) dan jenderalnya, Yuan Shih Kay ikut terlibat. Tetapi akhirnya pemberontakan ini
dapat dipadamkan oleh pasukan gabungan bangsa-bangsa asing di bawah pimpinan
Jenderal Von Walderee.
Akibatnya, kota Peking di kuasai bangsa-bangsa asing
dan Cina diharuskan mengganti biaya kerugian perang sebesar 738.000.000 dolar,
yang tertuang dalam perjanjian Boxer Protokol.
Masuknya bangsa asing juga membawa paham-paham Barat
ke Cina. Hal ini yang mendorong munculnya kaum terpelajar, mereka berpikir
bagaimana caranya untuk bangkit menyelamatkan negerinya. Seorang tokohnya yaitu
Dr. Sun Yat Sen (1866– 1925), pada bulan Oktober 1911 mendirikan Kuo Min Tang (Partai Nasionalis Cina) yang berpusat di Cina
Selatan. Partai ini oleh pendirinya didasarkan pada paham San Min Chu I (Nasionalisme, Demokrasi, dan Sosialisme).
Pada 10 Oktober 1911 mengumumkan berdirinya Republik
Cina dengan Nanking sebagai ibukotanya. Peristiwa ini dikenal dengan nama The Double Ten Day (10 – 10 – 1911) atau Wuchang Day. Sun Yat Sen bekerja sama dengan Yuan Shih Kay
dalam merebut Cina Utara yang masih dikuasai Manchu. Akhirnya Cina Utara dapat
dikuasai tanpa pertumpahan darah, sekaligus mengakhiri kekuasaan Manchu (12
Februari 1912). Yuan Shih Kay diangkat menjadi presiden pertama sejak 15 Februari
1912.
Pengganti Sun Yat Sen, yang meningggal pada 1924,
adalah Chiang Kai Sek. Dalam masa kepemimpinannya, Partai Nasionalis (Kuo Min Tang) mengadakan aliansi politik dengan Partai Komunis
Cina (Kung Chang Tang) di bawah pimpinan Chu Teh. Hal ini dilakukan untuk menghadapi Cina Utara yang bertindak
otoriter di bawah kekuasaan Yuan Shih Kay, bahkan sempat melarang keberadaan
partai Kuo Min Tang. Pada tahun 1927 Cina Utara dapat dikuasai.
Koalisi antara nasionalis dengan komunis mengalami keretakan
akibat munculnya sikap saling mencurigai. Dalam perselisihan ini golongan
nasionalis dapat menguasai keadaan, dengan mengepung komunis. Untuk menghindari
bentrokan yang tidak diinginkan, kaum komunis di bawah pemimpinnya Mao Zedong, melakukan long march menuju
ke Cina Utara yang berjarak sekitar 9.700 km. Tujuannya adalah untuk menyusun kekuatan
di utara.
Pertentangan ini berakhir dengan kemenangan komunis,
yang berhasil menguasai Cina Selatan yang sebelumnya dikuasai golongan
nasionalis. Orang-orang nasionalis yang tetap setia kemudian pindah ke Taiwan. Cina akhirnya dapat dikuasai sepenuhnya oleh komunis.
0 komentar:
Post a Comment