Wali Selain Wali Songo - di Indonesia Adalah mari kita bahas dengan materi dibawah ini:
Para Wali Lainnya selain wali songo
Para wali memegang peranan yang besar dalam
penyebaran Islam di Jawa. Dengan kesabaran dan kearifan, agama Islam
disampaikan kepada masyarakat hingga diterima dan cepat berkembang di Jawa. Di
samping Wali Sanga, banyak wali lainnya ikut andil dalam pengembangan Islam di
Jawa, meski sebagian dibunuh dan tidak diakui oleh Wali Sanga, seperti:
(1) Syekh Subakir;
(2) Sunan Bayat atau Tembayat;
(3) Sunan Geseng;
(4) Syekh Mojoagung;
(6) Maulana Ishak dari Pasai, Aceh, mengislamkan rakyat Blambangan (Pasuruan dan
sekitarnya) di Jawa Timur bagian timur;
(7) Syekh Jangkung; pernah berniat mendirikan masjid tanpa izin dan oleh Sunan
Kudus akan dihukum mati namun diselamatkan oleh Sunan Kalijaga;
(8) Syekh Maulana; berasal dari Krasak-Malang, dekat Kalinyamat, murid Sunan
Gunung Jati; karena pernah mempermalukan dalam perdebatan tentang ilmu mistik
ia dibunuh atas perintah Sunan Kudus.
Dari Pulau Jawa, Islam lalu berkembang ke
wilayah-wilayah lain di Indonesia. Islamisasi ke Kalimantan dilakukan oleh para
ulama utusan Demak. Sedangkan Islam di Maluku, Ternate, dan Tidore disebarkan
oleh Sultan Ternate, Zainal Abidin, setelah belajar ke Giri, Jawa Timur. Makassar
diislamkan oleh para mubalig dari Sumatera dan Malaka (Malaysia). Kemudian,
orang Makassar mengislamkan orang Lombok dan Sumbawa di Nusa Tenggara Barat
antara tahun 1540-1550. Sementara itu, penduduk Flores di Nusa Tenggara Timur
diislamkan oleh orang Bugis.
Agama Islam masuk ke Nusantara dengan jalur berlainan.
Seperti di luar Jawa yakni Sulawesi, penyebar agama Islam di Sulawesi bernama Dato’ri Bandang. Di Kutai, Kalimantan Timur penyebar agama Islam
adalah Dato Bandang dan Tuang Tunggang. Peran seorang penghulu di Demak tidak kalah pentingnya dalam
penyebaran agama Islam, melalui pengajaran kepada Sultan Suryanullah. Dan masih banyak lagi tokoh yang berperan syiar
Islam ke seluruh Nusantara.
Proses islamisasi di Nusantara dapat dikatakan
relatif mudah. Hubungan secara tidak langsung antara pedagang muslim antara
lain, para mubaligh, ustadz, ahli-ahli tasawuf telah menerapkan ajarannya
melalui kesepakatan perdagangan yang tidak berbelitbelit. Golongan penerima
Islam juga melakukan tindakan yang sama, yakni menyebar ajarannya pada
masyarakat sekitarnya.
Bahkan jika ia seorang bangsawan atau pejabat
keraton akan lebih memperlancar jalannya penyebaran tersebut. Berdirinya tempat
peribadatan seperti langgar, masjid, majelis taklim, dan sebagainya digunakan
juga sebagai syiar agama Islam. Seni juga menjadi salah satu saluran proses
islamisasi di Nusantara.
Cabang-cabang seni yang lebih mudah penyentuh hati
masyarakat sekitar adalah seni bangun, seni pahat, seni ukir, seni qasidah, dan
sebagainya. Bukti-bukti perkembangannya adalah bangunan Masjid Agung, Demak,
Cirebon, Bantem, Banda Aceh yang kemudian menjadi pusat kegiatan syiar Islam ke
daerahnya. Di Keraton Cirebon juga kita temukan seni ukir yang bercorak Islami
yaitu ukiran lafal ayat-ayat Al Qur’an.
Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan Darmawan
0 komentar:
Post a Comment