Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan darmawan
Bali
Informasi tentang Kerajaan Bali diperoleh dari
Prasasti Blanjong dekat daerah Sanur. Prasasti ini menerangkan bahwa raja yang memerintah
adalah Raja Ugratha, dinastinya bernama Warmadewa.
Ugratha kemudian digantikan Raja Tabandra Warmadewa yang memerintah dari tahun 877 hingga 889. Dengan demikian,
lahirnya Kerajaan Bali berbarengan dengan masa jayanya Mataram Hindu-Buddha.
Raja Bali selanjutnya adalah Udayana. Berdasarkan namanya Udayana diduga merupakan raja yang besar
wibawa dan pengaruhnya. Udayana berarti
“penyampai wahyu”, seperti matahari yang memberikan sinar terang kepada umat
manusia. Udayana menikah dengan Mahendradatta (ada yang menyebutnya Sri Gunaprya Darmapatni), saudara perempuan Darmawangsa Teguh dari Medang Kamulan di
Jawa Timur. Perkawinan mereka membuahkan beberapa putra: Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu.
Airlangga sebagai anak sulung menikahi salah seorang puteri Raja Darmawangsa
Teguh (Airlangga mengawini sepupunya sendiri). Setelah Dharmawangsa tewas
akibat pemberontakan Wura-wuri, Airlangga mengambil alih kekuasaan Medang
Kamulan dan memindahkan ibukota ke Kahuripan.
Setelah meninggal Udayana dimakamkan di Banuwka, ia digantikan
oleh puteranya, Dharmawangsa Marakata. Marakata wafat pada tahun 1025 M dan
dimakamkan di Camara di kaki Gunung Agung. Sedangkan ibunya, Mahendradatta,
wafat pada tahun 1010 dan dimakamkan di Burwan dekat Gianyar yang diarcakan
sebagai Dewi Durga.
Sepeninggal Marakata, takhta Bali dipegang oleh Anak
Wungsu, adiknya. Anak Wungsu mulai memerintah pada 1049. Selama
pemerintahannya, ia meninggalkan 28 buah prasasti, di antaranya Prasasti Gua
Gajah, Gunung Penulisan, dan Sangit. Menurut pemberitaan prasasti-prasasti
tersebut, Anak Wungsu dicintai rakyatnya dan dianggap penjelmaan Dewa Wisnu. Ia
memerintah selama 28 tahun, sampai tahun 1077, dan wafat pada tahun 1080 M dan
dimakamkan di Candi Padas Tampaksiring. Anak Wungsu kemudian digantikan oleh Sri Maharaja Walaprabu yang diduga memerintah tahun 1079-1088.
Berbeda dengan raja-raja Bali sebelumnya yang
memakai gelar Sang Ratu atau Paduka Haji,
Walaprau malah menggunakan gelar Sri Maharaja yang berbau Sansekerta. Raja yang terkenal dari Bali adalah Jayapangus yang berkuasa dari tahun 1177 hingga 1181. Sebanyak
35 prasasti tentang Jayapangus telah ditemukan. Dalam menjalankan roda pemerintahannya,
Jayapangus dibantu oleh dua orang permasyurinya, yaitu Sri Prameswari Indujaketana dan Sri Mahadewi Sasangkajacinhna. Kitab yang digunakan sebagai hukum adalah Manawakamandaka, yang sering disebut pula Manawasasana Dharma.
Raja Bali yang terakhir adalah Paduka Bhatara Parameswara Sri Hyang ning
Hyang Adedewalancana (1260-1324). Tahaun 1282, Bali diserang oleh raja Singasari, Kretanegara.
Setelah itu Bali berada dalan kekuasaan Majapahit. Pada masa runtuhnya Majapahit
banyak bangsawan, pendeta, pedagang, seniman, dan rakyat lainnya yang pindah ke
Bali untuk menghindari islamisasi di Jawa. Maka dari itu, hingga sekarang
mayoritas penduduk Bali penganut Hindu sebagai pengaruh Majapahit yang Hindu.
Masyarakat Bali mayoritas penganut Hindu kemudian Buddha.
Pada masa pemerintahan Anak Wungsu, perdagangan cukup maju. Pada saat itu,
telah dikenal adanya pedagang (saudagar) laki-laki yang disebut wanigrama dan pedagang wanita yang disebut wanigrami.
0 komentar:
Post a Comment