Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan Darmawan
Karya-karya bercorak Islam di Jawa Barat, Tengah,
dan Timur kebanyakan merupakan sastra sejarah dan suluk. Di antaranya ditulis
dengan huruf Arab dan berbahasa Jawa dan Sunda. Tidak seperti sastra-sastra
Hindu-Buddha yang jumlahnya terbatas dan sebagian hilang, karya-karya bercorak
Islam jumlahnya lebih banyak dan cukup terpelihara. Tema-temanya pun cenderung
bersifat kesejarahan (meski sebagian isinya dapat diragukan).
Berikut ini beberapa karya sastra yang ditulis pada
masa Islam di Jawa, yaitu:
(1) Sajarah Banten,
umumnya menceritakan riwayat raja-raja Banten,
raja-raja Demak yang berkaiatan dengan para penguasa Jepara, kisah para sunan
dan wali Islam. Sajarah Banten, di antaranya, menulis Ki Dilah dari Palembang yang
pernah membangkang terhadap Majapahit dua kali; lalu Pati Unus sebagai penguasa
Demak diperintah untuk menundukkan Ki Dilah dan berhasil. Menurut Sajarah Banten, Sunan Giri dan Bonang pernah belajar Islam di
Samudera Pasai.
(2) Hikayat Hasanuddin,
isinya lebih
pendek dari Sajarah Banten, memuat riwayat raja-raja Banten, Demak, Sunan
Gunung Jati, serta nama-nama imam di Mesjid Demak.
(3) Serat Kandha,
ditulis pada abad ke-18 yang bersumber dari
karya-karya penulis pesisir utara Jawa abad ke-16 dan 17, memuat kehidupan
Sultan Trenggana Demak.
(4) Babad Mataram,
merupakan ringkasan Serat Kandha, ditulis pada abad ke-18 juga, keduanya
menceritakan riwayat keluarga Mataram.
(5) Babad Sangkala,
memuat daftar-daftar tarikh (tahun) yang lumayan
kumplit tentang peristiwa-peristiwa sejarah pada masanya.
(6) Sajarah Dalem,
berisi silsilah keluarga raja Mataram-Islam yang
disusun di Surakarta (Solo) pada abad ke-19, di dalamnya terdapat pula daftar
generasi yang lebih tua dari raja-raja Mataram.
(7) Babad Pasir,
berasal dari pedalaman Banyumas, memuat seputar
islamisasi di Jawa Tengah dan Timur yang kebenarannya diragukan karena bersifat
legenda.
(8) Babad Tanah Djawi,
memuat asal-usul raja-raja di Jawa dari masa
Hindu-Buddha hingga Islam. Diceritakan bahwa rajaraja Jawa merupakan keturunan
langsung dari Nabi Adam, dewa-dewa Hindu, Arjuna dari Pandawa, Jayabaya
raja Kediri, raja-raja Mataram-Islam, hingga sepak terjang para Wali (terutama
Sunan Kalijaga) dalam menyiarkan Islam dan membangun Masjid Agung Demak. Dari
babad ini terlihat bahwa terjadi pencampuradukan antara kitab suci, alam
mitologi dewa Hindu, dunia pewayangan, dengan sejarah itu sendiri.
(9) Serat Rama,
Serat Bharatayudha, Serat Mintaraga, serta Arjuna Sastrabahu, karya sastrawan Yasadipura I, yang hidup dari tahun 1729
hingga 1803 yang hidup pada masa Paku Buwono II Surakarta. Yasadipura I
dipandang sebagai sastrawan besar Jawa. Ia menulis empat buku klasik yang
disadur dari bahasa Jawa Kuno (Kawi). Selain menyadur sastra-sastra Hindu-Jawa,
Yasadipura I juga menyadur sastra Melayu, yakni Hikayat Amir Hamzah yang digubah menjadi Serat Menak.
Ia pun menerjemahkan Dewa Ruci dan Serat Nitisastra Kakawin. Ia menerjemahkan pula kitab Taj as-Salatin ke dalam bahasa Jawa menjadi Serat Tajusalatin serta Anbiya. Selain itu, ia pun menulis naskah bersifat
kesejarahan secara cermat, yaitu Serat Cabolek dan Babad Giyanti. Selain karya-karya di atas, ada pula kitab
berbentuk suluk, yakni kitab berisi syair-syair mistik yang ditulis dalam
Bentuk macapat.
Sampai saai ini, suluk-suluk ini (biasa juga disebut
Kitab Kuning) masih sering dibacakan oleh kaum santri. Ajaran suluk ini
dipelopori oleh para wali abad ke-16 dan 17, yang memang ajaran mistiknya dapat
diserap olek masyarakat Hindu-Buddha yang sama-sama menyukai mistik. Berbeda
dengan suluk di daerah pesisir yang lebih menekankan nilai syariatnya, suluk di
pedalaman (misalnya Mataram) lebih cenderung bersifat kejawen.
Tujuan ilmu suluk adalah pencapaian dengan kesatuan
dengan Tuhan (orang Jawa bilang: manunggal ing kawula-gusti) yang dikembangkan ulama kontroversial Persia, Al Hallaj, dan
pemikiran Ibnu Arabi; di Indonesia ada Siti Jenar. Suluk Wijil, contohnya, merupakan ajaran-ajaran Sunan Bonang
kepada muridnya yang bertubuh kerdil bernama Wijil, mantan abdi Majapahit yang
memeluk Islam.
Suluk Sukarsah, isinya mengisahkan seseorang yang mencari ilmu
untuk mendapatkan kesempurnaan. Berikut adalah beberapa contoh lain: Suluk Gatoloco, Suluk
Darmogandol, Suluk Walisanga.
Berikut ini sepenggal syair yang diambil dari Suluk Ratna:
Demikianlah
persemayaman tauhid
Dua yang menyatu
Ibarat kertas dan
putihnya
Namun setelah sadar
Bukan Aku, bukan kamu
Dan Aku bukan kamu
Ibarat kuku hitam
Yang sesungguhnya
berbeda dengan kuku putih
Hamzah Fansuri menyebutkan syair-syair sebagai Islam
suluk. Syair Prahu yang mengibaratkan manusia sebagai perahu yang
mengarungi lautan zat Tuhan dengan manghadapi segala macam marabahaya yang
hanya dapat dihadapi oleh tauhid dan makrifat serta Syair Si Burung
Pingai yang mengibaratkan jiwa manusia
sebagai seekor burung, sebagai Zat Tuhan.
Sebenarnya masih banyak lagi karya sastra pada
periode Islam ini. Kebanyakan masih seputar peristiwa-peristiwa sejarah sejak
Islam menginjakkan pengaruhnya di Indonesia, terutama Jawa. Hampir semua karya
sastra di atas dianalisis oleh sejarawan asing, terutama Belanda yang begitu
tertarik dengan naskah-naskah kuno tersebut. Banyak di antara karya sastra
tersebut tersimpan aman di perpustakaan Universitas Leiden di Belanda.
0 komentar:
Post a Comment